Perjuangan


Perjuangan Ku dimulai dari rasa MALU....
MALU membuat_ku untuk berbuat yang terbaik

"Janji TUHAN Bagi_Ku seperti Fajar Pada PAGI HARI yang selalu CERAH dan BERSINAR"

"Pada Saatnya Kamu Akan Tahu bahwa Janji TUHAN INDAH PADA WAKTU_Nya"

Sabtu, 01 Oktober 2011

Opini

AKSES KEADILAN (ACCESS TO JUSTICE)
UNTUK MASYARAKAT KURANG MAMPU

 
Oleh:
NOBUALA HALAWA, SH.,MH


A
kses keadilan (Acces to Justice) yang dirasakan oleh sebagian masyarakat selama ini hanyalah sebuah retorika belaka. Dimana untuk mendapatkan sebuah keadilan dirasakan sebahagian masyarakat sangat mahal harganya untuk didapatkan artinya bahwa keadilan hanyalah milik orang kaya belaka. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan kasus yang terjadi selama ini di masyarakat.

Berbagai kasus diketemukan namun agak risih rasanya untuk dijumpai penyelesaian yang berkeadilan hukum bagi seseorang yang seyogyanya mendapatkan keadilan sebagaimana mestinya.
Sehingga timbul berbagai pertanyaan (anggapan pesimis) atau istilah ditengah-tengah masyarakat, antara lain: keadilan itu mahal harganya atau dengan istilah lain yaitu; UUD (Ujung-Ujungnya Duit), KUHP (Kasih Uang Habis Perkara).

Mengingat semakin tingginya kasus diskriminatif selama ini terjadi, maka semakin tinggi pula kepedulian masyarakat untuk bergandengan tangan untuk melawan penindasan (diskriminatif) yang dilakukan.

Banyak masyarakat beranggapan bahwa penjajahan di Tanah Pertiwi masih saja berlangsung bahkan makin hari penjajahan itu masih sering diketemukan.

Penjajah (kolonial) telah pergi, maka sekarang yang ada adalah penjajahan yang diakomodir oleh orang-orang yang serakah dengan kekuasaan (dalam hal ini dapat digolongkan sebagai mafia berjubah dengan menggunakan kemeja berdasi, dan berwajah kemunafikan) dengan berbagai cara mereka lakukan demi untuk mencapai tujuan.

PERTANYAAN
Sejauhmana diskriminatif keadilan itu akan berakhir ditengah-tengah masyarakat saat ini ?
Berbagai contoh kasus sebagaimana yang diberitakan media massa baik cetak, elektronik, dan lain sebagainya akhir-akhir ini adalah “bagaimana nasib seorang ibu yang mencuri tandan buah sawit sampai dihukum lebih dari setahun penjara demi untuk bertahan hidup atau seorang anak yang masih dibawah umur mencuri voucher Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) harus di tangkap dan ditahan oleh pihak aparat penegak hukum dan atau kasus lainnya yang mungkin satu persatu sering diketemukan ditengah-tengah masyarakat”.

Pemberian sanksi hukum bila di bandingkan kasus korupsi yang dilakukan para koruptor selama ini sangat jauh berbeda penanganannya. Dengan kata lain bahwa “Koruptor masih bisa tersenyum dan melambaikan tangan-Nya bila berhadapan dengan hukum sedangkan bagi Si MISKIN yang berkonflik dengan hukum penuh dengan air mata dalam keadaan tangan diborgol dan diperlakukan tidak manusiawi oleh para aparat penegak hukum”.

Persamaan kedudukan dihadapan hukum (keadilan) pada dasar diatur dalam berbagai instrumen hukum baik hukum internasional maupun hukum nasional. Sebagai dasar fundamental persamaan hak didasarkan pada pondasi berdirinya negara khususnya Negara Kesatuan Rupiblik Indonesia (NKRI) yaitu Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama baik dihadapan hukum dan pemerintahan. Maka jelas disini bahwa setip warga negara baik yang kaya maupun orang miskin mempunyai hak yang sama.

Pemaparan berbagai kasus dan istilah sebagaimana yang dituangkan diatas mendorong penulis untuk menuangkan dalam buah pikir berupa tulisan sebagaimana yang telah diterbitkan berbagai media cetak baik lokal dan nasional antara lain: Ada Apa dengan Penegakkan Hukum di Indonesia ? (dapat dilihat di Harian KPK POS), SaatNya Reformasi dan Re-genasi Penegak Hukum di Indonesia, dan lain sebagainya.

Berbagai lembaga penegak hukum terbentuk sejak NKRI terbetuk dari orde lama, orde baru bahkan reformasi, namun tetap saja KEADILAN yang didamba-dambakan masih saja belum juga diketemukan wujudnya.

Cita-cita reformasi adalah membawa perubahan khususnya penegak hukum untuk meninggalkan kinerja buruk menuju kinerja yang lebih baik.

SOLUSI PENYELESAIAN

Untuk mewujudkan KEADILAN, berbagai hal yang harus dilakukan antara lain: Pertama, Niat untuk berbuat lebih baik dari penegak hukum itu sendiri (Personality Responsibility); Kedua, rekrutment penegak hukum yang sifatnya KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) dijauhkan, sebaiknya rekrutment dilakukan berdasarkan skill (kemampuan) personil; Ketiga, adanya kontroling, sanksi yang tegas bagi penegak hukum yang menyimpang dari tupoksinya.

Selain pencegahan (perventif) yang perlu juga dilakukan adalah antisipasi persuasif akibat dari tindakan yang dilakukan dalam hal untuk mendapatkan KEADILAN, antara lain:
Pertama, perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah dalam hal menyediakan pendanaan Bantuan Hukum. Artinya akibat ketidak mampuan seseorang yang berkonflik dengan hukum dalam hal untuk menyediakan bantuan hukum maka berat rasanya untuk mendapatkan keadilan yang sebenarnya.

Maka yang harus dilakukan oleh Pemerintah adalah menyediakan pengalokasian anggaran untuk membiayain penyedian bantuan hukum bagi orang-orang yang kurang mampu sebagaimana yang diamanatkan baik oleh UUD 1945.

Penganggaran dimaksud sangat dibutuhkan mengingat Bantuan Hukum yang didapatkan dari lembaga hukum selama ini dirasakan kurang maksimal dalam hal memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi masyarakat kurang mampu yang berkonflik dengan hukum, hal ini tidak lain adalah dikarenakan masalah operasional dan lain sebagainya sehingga dirasakan bantuan yang diberikan juga cuma-Cuma alias apa adanya.

KASUS
Menilik dari kasus pengrusakan Kantor Bupati Singkil yang terjadi sekitar tanggal 30 Mei 2011 yang melibatkan Elemen Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM-GEMPA).

Pada dasarnya siapapun orang-Nya, pengrusakan dan sifat anarkisme tidak dibenarkan dan harus ditindak tegas.

Berbicara hukum bukan hanya berbicara kepada Kepastian Hukum (Hukum Positif) belaka, namun yang perlu diperhatikan adalah apakah keadilan hukum yang selama ini dituntut dan atau didambakan oleh sebahagian masyarakat sudah terakomodir atau tidak.

Berbicara Tindak Pidana, maka kita berbicara pada Sebab dan Akibat mengapa tindak pidana pengrusakan itu terjadi ?
Pengamatan Penulis, dalam hal penanganan pengrusakan kantor Bupati Singkil menilai bahwa: Aparat Penegak Hukum diindikasikan bahwa dalam hal menyelesaikan kasus pengrusakan hanya berpatokan pada apa yang terjadi atau dengan kata lain hanya melihat dari AKIBAT akhir dari sebuah peristiwa hukum;

2.    Pasal 27 UUD 1945 menyatakan bahwa: “Setiap Warga Negara mempunyai Persamaan dan Kedudukan baik dihadapan hukum dan pemerintah
SEBAB Terjadi anarkisme dan pengrusakan diindasikan tidak lain adanya diskriminatif hak yang dilakukan oleh penguasa terhadap hak masyarakat, sehingga atas penyelewengan hak dimaksud dan atau atas lambannya penyelesaian masalah antara Masyarakat dengan PT. Nafasindo oleh Pemerintah Kabupaten Singkil menyebabkan tingkat amarah atau anarkisme mencuat;

3.    Tidak akomodirnya Hak-hak masyarakat untuk memperoleh hak-Nya sebagaimana yang telah di atur oleh Undang-Undang.
Dalam Undang-Undang jelas dikatakan bahwa setiap kebijakan yang diberlakukan oleh Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab/Kota pada dasarnya/seyogianya harus mengakomodir Kepentingan Umum dan atau masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan Peraturan Menteri Kehutanan dikatakan bahwa setiap perusahaan yang menginvestasikan modal berupa bidang pembangunan Perkebunan dalam hal ini wajib hukumnya untuk mengakomodir kepentingan masyarakat, berupa: Pertama, Pembangunan 20 % dari Modal Usaha Untuk Pembangunan Plasma Masyarakat; Kedua, menjalankan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, masyarakat (Corporate Society Responsibility) dalam hal ikut serta meningkatkan mutu Pendidikan, Menjaga Lingkungan, dan lain sebagainya;

Maka apabila hal tersebut tidak dijalankan sebagaimana mesti oleh perusahaan maka dalam hal ini Pemerintah Kabupaten berkewajiban mencabut ijin Perusahaan yang bersangkutan.

Atas indikasi Pengarapan Lahan yang dilakukan oleh Perusahaan terhadap Lahan MasyarakatApabila diindikasikan adanya penyerobotan dan atau penggarapan lahan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap lahan masyarakat Aparat Penegak hukum wajib hukumnya mengusut tuntas peristiwa yang terjadi (karena aparat penegak hukum selain sebagai pelayan masyarakat juga bertindak sebagai pengayom bukan sebaliknya).

Aparat Penegak hukum bukan hanya menyalahi masyarakat belaka, namun Pemerintah Setempat juga harus diminta tanggung-jawab hukumnya atas peristiwa yang terjadi karena Pemkab setempat yang mengeluarkab Izin Prinsip terhadap Perusahaan.
Penegak hukum yang baik pada dasarnya selalu mengedepankan kepentingan umum bukan kepentingan individu, kelompok maupun kepentingan penguasa.
Diharapkan penyelesaian kasus pengrusakan kontor bupati singkil, aparat penegak hukum dalam hal  bertindak selalu mengedepankan:
Pertama, Azas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of Innocent); Kedua, bukan hanya berpatokan pada AKIBAT peristiwa hukum yang terjadi, akan tetapi perlu memperhatikan juga SEBAB masyarakat melakukan tindak pidana; Ketiga, Aparat Penegak Hukum bukan hanya fokus pada kepastian hukum (Undang-Undang/KUHP) belaka dengan cara merangkai keindahan Pasal yang satu dengan Pasal yang lain demi untuk memberi rasa takut kepada pelaku, namun berilah Keadilan sebagaimana mestinya dengan hati Nurani sehingga Neraca Keadilan dimasyarakat dapat dirasakan; Keempat, Bagi Pemerintah setempat (eksekutif dan legislatif) sudah selayak-Nya ikut campur tangan dalam hal menyelesaikan peristiwa yang terjadi, bukan sebaliknya menjadi musuh bagi masyarakat-Nya yang sebahagian pelaku pengrusakan adalah masyarakat pemerintah itu sendiri; Kelima, kearogansian seorang penguasa tidak akan menyelesaikan sebuah permasalahan maka dengan telah terjadi tindak pidana dan sebahagian besar pelaku adalah masyarakat yang menurut penulis adalah masyarakat yang kurang mampu, maka akses berkeadilan (access to justice) dalam hal untuk mendapatkan bantuan hukum sudah selayaknya diberikan oleh Negara dalam hal ini pemerintah setempat, sehingga penyimpangan atau penyelewengan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan lain sebagainya (atau dikenal  dengan istilah Mafia Peradilan) dapat dikontrol dan atau dihindari.
KEPASTIAN HUKUM AKAN BERJALAN APABILA KEADILAN HUKUM SUDAH DIJALANKAN SEBAGAIMANA MESTINYA

Penulis,
Pengamat Hukum Pidana Indonesia dan
Direktur Eksekutif LSM-LAMPUAN Kota Subulussalam
Alumni Pascsarjana UNPAD Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar